SuaraDarussalam,
Jangan Lupakan Sejarah!. Dalam
arsip Masjid Jami Al Musyarofah Jatipadak ditulis bahwa sosok Mohammad
Sidik merupakan tokoh yang berperan sebagai Ketua ketiga Ta’mir Masjid
Jami Al Musyarofah menggantikan posisi Kyai Mada’i guna
melanjutkan mandataris organisasi kearah yang lebih dinamis. Menurut ketua NU
Ranting Jatipandak dikatakan bahwa Moh.Sidik merupakan salah satu dari tokoh
yang berperan dalam pelembagaan Nahdlatul ‘Ulama di Jatipandak sekitar tahun
1951. Hingga pada akhirnya melalui wadah gerakan tersebut munculah i’tiqad
bersama untuk mendirikan lembaga pendidikan Madrasah Ibtida’iyyah sebagai wadah
untuk membimbing, mendidik, dan mengembangkan potensi generasi mendatang
sekaligus sebagai media mensyiarkan nilai ajaran islam ala Ahlussunnah wal
Jama’ah bi Thoriqoti An Nahdliyyah.
“Kun
Fayakun”, usaha tak kenal lelah dari Moh. Sidiq dan kawan-kawan untuk
mendirikan lembaga pendidikan akhirnya mendapat hasil positif dengan berdirinya
lembaga Madrasah yang diberi nama “ Madrasah Ibtida’iyyah Darussalam” pada
tahun 1965 diatas lahan wakaf warga. Tentu dengan harapan agar
madrasah tersebut memang menjadi pusat keselamatan bagi semua pihak khususnya
warga Jatipandak sepertihalnya kata “Darussalam” itu sendiri. Adapun Moh.
Siddiq sendiri didaulat sebagai kepala Madrasah yang baru berdiri tersebut.
Menurut
pengakuan dari seorang alumni angkatan ketiga, bahwasahnya sekitar tahun 1971
banyak pengajar di Madrasah Ibtidaiyyah Darussalam yang didatangkan oleh Moh.
Sidik dari Jombang, hampir mayoritas kesemuanya merupakan lulusan pesantren
yang menguasai kitab-kitab kuning, diantara orang-orang tersebut seperti; Solaiman,
Sholihin, Anwar, dan lain sebagainya. Hal ini dikarenakan sosok Moh. Sidik
sendiri mempunyai kerabat sanak dari daerah Jombang sehingga mudah untuk
mencari rekan berjuang di Madrasah Ibtidaiyyah Darussalam, sebuah madrsasah
yang terletak di ujung Lamongan paling selatan.
Keberhasilan
Nahdlatul ‘Ulama Jatipandak dalam mendirikan dan menembangkan lembaga
pendidikan formal pertama di Desa Jatipandak akhirnya diadopsi oleh para tokoh
pemerintah Desa Jatipandak yang saat itu dipimpin oleh “Mbah
Kusnan” untuk mendirikan pula lembaga pendidikan formal lain yakni
Sekolah Dasar (SD) sebagai lembaga pendidikan yang bermuara kepada Negara dan
menggunakan kurikulum negara, mengingat saat itu legalitas Madrasah belum
diatur jelas dalam sistem pendidikan nasional dan materi ajarnya hampir
mayoritas pelajaran agama dari kitab kuning seperti; Bulugul maram, Riyadhus
Sholihin, Fasholatan, Syifaul Jinnan, Amtsilah Tasrifiyyah, Nahwu Wadhih, dan
sebagainya. Meskipun sempat terjadi pro-kontra antar tokoh masyarakat tentang
pendirian lembaga pendidikan SD tersebut akhirnya pihak pengurus NU “legowo”
demi generasi mendatang agar lebih baik. Justru pengurus NU kala itu merelakan
gedung madrasah untuk dipakai oleh pihak SD Jatipandak saat pagi hari, sedang
kegiatan pembelajaran Madrasah Darussalam diletakkan di sore hari.
Kemudian
salah satu pengakuan menarik dari sesepuh desa yang diplot sebagai rujukan
tentang sepak terjang sosok Moh. Sidik di Jatipandak adalah bahwasanya Moh.
Sidik mampu membawa Ranting NU Jatipandak menjadi salah satu garda depan
mengembangan NU di Kecamatan Sambeng seiring dengan banyaknya tokoh lokal yang
juga merangkap menjadi anggota dan pengurus MASYUMI, kala itu MWC NU Kecamatan
Sambeng diasuh oleh Pak Yatno asal Keduk.
Sumber
http://www.slownanda.net